Advertisement

Main Ad

Kehamilan Tidak Diinginkan pada Remaja

     Pada masa remaja, banyak perubahan yang terjadi baik secara fisik maupun psikis. Para remaja mengalami high curiousity  yakni rasa ingin tahu yang tinggi (Handayani dkk, 2017 dalam Lestari dkk, 2019). Hal tersebut mendorong para remaja mencoba berbagai hal, salah satunya adalah terkait seksualitas. Kondisi tersebut mendorong remaja melakukan penyimpangan norma di masyarakat sehingga rentan terkena seks bebas, penyalahgunaan narkoba, kekerasan fisik, merokok, tindakan asusila, amsalah reproduksi. Perilaku seks bebas yang dilakukan remaja memiliki potensi besar terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, karena remaja tersebut merasa tidak siap dan tidak menghendaki kehamilan etrsebut. Berdsarkan data WHO tahun 2015, terdapat 11% kehamilan terjadi pada remaja setiap tahunnya. Di samping itu, terdapat 85 juta kehamilan yang terjadi secara global dan sebesar 40% merupakan kehamilan yang tidak diinginkan/KTD (Abrori, 2014 dalam Lestari dkk, 2019).  Sedangkan berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia untuk Remaja (SDKI Remaja) 2017, tingkat kehamilan tak diinginkan pada perempuan usia 15-19 tahun mencapai 16,4 persen dan usia 20-24 tahun mencapai 8 persen. Hal ini salah satunya disebabkan oleh minimnya pengetahuan tentang risiko kehamilan yang dimiliki remaja perempuan dan laki-laki (Aria, 2019).

 

Sumber: https://katadata.co.id/ariayudhistira/infografik/5e9a50d7c2d40/dua-garis-biru-problematika-kehamilan-remaja

Hasil penelitian yang dilakukan Lestari dkk, 2019 menunjukkan bahwa:

a.   Remaja yang mengalami KTD berusia 16 dan 17 tahun berasal dari keluarga ekonomi              menengah ke atas, beragama Islam, dan pasangan remaja yang sebagian besar masih berstatus pelajar.

b.   Remaja menyadari pentingnya perawatan kehamilan melalui pemeriksaan selama hamil. Mereka menyadari bahwa perawatan kehamilan membuat ibu dan janin menjadi sehat, tetapi itu dapat membuka aib tentang kehamilannya dan menimbulkan rasa malu.

c.   Norma subyektif terhadap perawatan kehamilan menunjukkan adanya tekanan dan pandangan negatif orang lain terhadap remaja dalam merawat kehamilannya. mereka percaya bahwa orang terdekatlah terutama keluarga yang dapat membantu perawatan kehamilan dan memberikan dukungan positif untuk mempertahankan kehamilannya.

d. Kontrol perilaku menunjukkan adanya hambatan remaja untuk perawatan kehamilan, antara lain adanya rasa enggan untuk perawatan, rasa malu hingga pelayanan KIA yang dianggap kurang memuaskan. Remaja mengakses sarana dan prasarana terbatas untuk perawatan kehamilan yaitu dengan USG kehamilan dan konsumsi vitamin tanpa memiliki Kartu Menuju Sehat (KMS).

e.   Remaja memiliki niat berupa keinginan dan keyakinan untuk merawat kehamilan sejak menerima dukungan orang terdekat dan tanggungjawab dari pasangan.

f.   Perilaku remaja dalam perawtan kehamilan menunjukkan bahwa remaja mencoba menggugurkan kandungan di awal kehamilan dan melakukan perawatan kehamilan setelah mendapatkan dukungan dari keluarga dan pasangan.


         Sedangkan dari hasil penelitian Amalia dan Muhammad tahun 2017 diperoleh bahwa Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kehamilan tidak diinginkan pada remaja di Kota Madiun diantaranya yaitu aktivitas seksual informan berada dalam tahap yang berisiko, kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan sikap permisif terhadap seks pranikah, akses media informasi mengenai pornografi, sikap orang tua yang kurang peduli dengan anaknya, perilaku teman dekat.

Sumber: 

https://jurkes.polije.ac.id/index.php/journal/article/view/117/pdf

https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia/article/view/13999/7644

https://katadata.co.id/ariayudhistira/infografik/5e9a50d7c2d40/dua-garis-biru-problematika-kehamilan-remaja


 

 


Posting Komentar

0 Komentar